Tit. Tit. Tit. Tit ... dering alarm menggangu Minggu pagiku. Waktu yang telah diatur pukul lima subuh kini sudah menunjukkan pukul 05:15. Aku segera bangkit dan mengutak-atik tempat tidur supaya terlihat lebih rapi tepat setelah kupadamkan sumber suara membosankan itu. Kuteguk air mineral yang selalu setia mendampingiku terlelap sebelum petang. Selanjutnya, kubilas tubuh ini agar terasa lebih segar untuk menjalankan rencanaku hari ini.
Tepat pukul 6 pagi, kunaiki matic hitam melaju menelusuri jalanan pagi sambil diiringi gema puja Tri Sandya disetiap balai banjar yang kulewati. Di ufuk timur langit telah merona membuatku menarik gas lebih kencang. Jalanan masih lenggang kala itu. Tampak terlihat beberapa pemuda mengayuh sepeda menikmati suasana pagi. Beberapa orang lagi asik berlari dengan mengenakan sepatu olahraga mereka.
Setelah dua puluhan kilo meter berjalan, tampak langit timur semakin terang. Kuarahkan si hitam menuju pantai terdekat di daerah Sanur. Pantai Matahari Terbit menjadi persinggahan pertamaku. Aku tak mau meninggalkan lukisan pagi alam yang menampilkan terbitnya sang matahari. Cekrek!
Aku mengabadian buruan pertamaku dengan kamera hape. Sang Mentari memukau suasana pagi di pantai Matahari Terbit tepat di sebelah pantai Sanur. Deru ombaknya bmenggoyangkan perahu-perahu nelayan yang diikatkan di dekat pantai. Banyak pengunjung yang sudah memadati daerah pantai sekedar untuk menikmati suasananya dan ada juga yang jogging di sepanjang tepi pantai. Tak lama ku diam di pantai itu, segera ku lajukan si hitam menuju tujuan utamaku.
Letaknya di Nusa Dua, sebuah pantai yang memikatku kurang lebih tiga tahun yang lalu. Pesonanya sangat tenang kala itu tapi yang kudapat hari ini agak berbeda. Pantai Geger yang tepat berada di bawah Pura Geger, kini menampilkan deru ombak yang tinggi.
Tak heran ombaknya sudah tinggi karena saat aku sampai di sana sang mentari sudah bersinar terang. Meskipun begitu aku tidak melewatkan momen kala itu. Kuinjakkan kaki di atas pasir putih yang basah diserang ombak laut. Tidak ada siapa-siapa, hanya aku. Sungguh tenang. Sepanjang mata memandang ke arah laut yang ada hanya gulungan ombak yang berlomba-lomba mencapai bibir pantai. Semakin lama semakin tinggi, deburannya pun kini sudah sampai mencapi bebatuan karang di pinggir pantai. Ada rasa takut datang dari pikiran yang mulai menggelap ini. Jadi, kuusaikan waktuku di Pantai Geger karena kawanan ombak sepertinya sudah sangat bertenaga membasahi seluruh tepi pantai dengan deburan-deburan ombaknya hingga memecah batu karang. Sepertinya sore hari adalah waktu yang tepat kalau aku ingin berkunjung ke pantai Geger lagi karena air lautnya akan lebih tenang sama seperti yang kutemukan saat pertama kali ke sana.
Kujalankan lagi maticku di sepanjang jalan daerah Nusa Dua itu. Setelah 50 meter berjalan di sebelah kiri ada sebuah jalan kecil tanpa plang nama. Aku beranikan diri memasuki jalan tersebut. Jalannya dalam keadaan tidak begitu bagus. Di kiri kanan jalan yang ada hanya semak belukar. Setelah mengikuti jalan tidak kutemukan ciri-ciri manusia yang tinggal di sana. Hal itu membuatku ingin berbalik tapi rasa penasaranku lebih kuat sehingga aku tetap mengukuti jalan itu. Sesampainya di ujung jalan, bukan pantai yang kutemukan tapi sebuah pura. Aku lupa namanya. Keadaan pura itu masih baik namun lingkungan di sekitarnya membuat tempat itu terlihat agak angker. Di sebelah kanan pura kulihat jalan setapak yang hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki. Baiklah, untuk hari ini tidak akan kusia-siakan waktuku untuk menemukan sesuatu yang baru. Kuparkir motorku dekat dengan pura dan langsung berjalan mengikuti jalan setapak itu. Jujur, sangat menengangkan. Bayangkan, sendirian di tempat yang jauh dari orang-orang yang ada hanya semak belukar saja. Aku berusaha untuk tidak memikirkan hal yang aneh dan terus berjalan. Sampai pada akhirnya kutemukan ada sebuah bangunan besar dan disampingnya ada jalan berpaping dan deretan anak tangga menuju ke pantai. Di jalan itu aku bertemu dengan seorang bapak nelayan yang hendak pergi memancing di pantai itu. Langsung saja ku bertanya, "Ampura Pak, napi wastan pasih niki gih?" Bapak itu pun menjawab, "Pantai Nico." Bapak itu menyarankanku untuk mengambil kembali motorku dan parkir dekat area pantai agar lebih aman. Aku segera kembali ke si hitam sambil menyunggingkan senyuman lebar karena petualanganku kali ini tidak sia-sia.
"Jalan Gunung Payung I", itulah nama jalan yang bisa dilewati untuk menuju pantai Nico. Ternyata gedung besar yang kulihat sebelumnya adalah hotel Nico. Mungkin karena pantai ini terletak di belakang hotel Nico makannya pantai itu disebut pantai Nico. Akses jalannya sudah bagus untuk menuju ke pantai ini. Pantainya berlokasi di bawah tebing jadi setelah dari area parkir aku harus menuruni kurang lebih 50-an anak tangga untuk mencapai bibir pantai. Jumlah ini tidak seberapa bagiku jika dibandingkan dengan kumpulan anak tangga yang ada di pantai Nyang-Nyang, Uluwatu.
Keadaan pantai Nico saat itu tidak begitu ramai, yang jelas sudah ada orangnya jadi aku tidak perlu merasa khawatir lagi kalau terjadi apa-apa. Pantai Nico langsung dapat diakses oleh tamu-tamu yang menginap di hotel Nico. Tampak saat itu beberapa turis keluar dari kawasan hotel menuju pantai dan langsung berenang di lautnya. Terlihat juga dari kejauhan di tengah laut ada beberapa turis berselancar di tengah gelombang ombak yang sama seperti di pantai Geger. Di pinggir pantai nampak beberapa orang yang sedang memainkan pancingnya mungkin salah satunya bapak yang ku temui sebelumnya. Di tepi pantai banyak terdapat bangunan-bangunan kecil yang sepertinya merupakan warung-warung tepi pantai namun saat itu masih tutup. Kuhabiskan waktuku dengan berkeliling pantai sambil sesekali bermain dengan deburan ombak yang membasahi pasir putih pantai Nico. Pasirnya bersih sekali. Hanya puas memanjakan mata saja, setelah sejam berlalu, ku mulai kembali ke tempat parkir dan memutuskan untuk mengunjungi satu pantai lagi.
Pantai yang terakhir kukunjungi hari ini adalah pantai Gunung Payung. Aku tahu pantai ini dua tahun yang lalu juga saat diajak oleh temanku jalan-jalan. Pantai Gunung Payung tidak berada di kawasan Nusa Dua tapi sudah masuk daerah Kutuh, Kuta Selatan. Apa yang kutemui hari ini sudah berbeda dengan yang sebelumnya. Pantai Gunung Payung yang sekarang terlihat sangat digarap sekali penataannya.
Akses jalannya masih dalam proses perbaikan. Begitu juga dengan anak tangga menuju pantai. Sekarang sedang dibangun sebuah arena pertunjukkan yang dilokasikan tepat setelah memasuki tangga pertama menuju pantai. Sempat kugali informasi dari salah satu pekerja yang ada di sana. Dari penjelasannya aku agak melonggo karena tempat itu akan dinamakan "Taman Buaya". Makin penasaran spot menarik apa yang akan dibangun dekat dengan pantai ini. Aku lanjutkan perjalanan menuruni anak tangga karena pantai ini juga berlokasi di bawah area tebing. Dari atas, pantai Gunung Payung memberikan panorama yang sangat menakjubkan mata memandangnya.
Kupercepat langkahku menuruni tangga untuk mencicipi pasir putih yang lembut di sepanjang pantai. Pantainya sangat tenang. Meski sudah menunjukkan pukul 10 pagi, keadaan lautnya masih tenang. Ombak hanya berdebur di tengah laut. Di pinggiran laut masih tenang. Air laut yang biru bening menggoda tubuhku untuk langsung menceburkan diri ke dalamnya tapi aku tak sanggup karena di tepi pantai banyak yang sedang berpacaran. Malu aja kalau harus buka baju dan nunjukkin perut gembul di depan mereka.
Tapi kalau nyemplung pakai baju juga perlu dipikir dua kali secara rumahku sangat jauh dari pantai ini. Bisa-bisa liburan ini membuat kondisi tubuhku tidak fit apalagi besok sudah harus masuk kerja lagi. Jadi, aku nikmati saja pemandangan pantai yang tenang itu sambil menuliskan semua kejadian pagi ini ke dalam kisah ini.
Itulah cerita hari ini, Minggu, 11 September 2016. Petualangan yang kurang memuaskan menurutku. Ingin melakukan hal-hal yang lebih seru lagi yang belum pernah kulakukan pastinya. Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa berikan komentar atau masukan. Komentar dan masukan dari kalian akan sangat membantu sekali.
Comments
Post a Comment